bahaya rokok
Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi
kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di
masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan
dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah
diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok
meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan
gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring,
kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan
kehamilan dan cacat pada janian.
Pasien-pasien perokok
juga berisiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka
setelah pembedahan termasuk bedah plastik dan rekonstruksi, operasi plastik
pembentukan payudara dan operai yang menyangkut anggota tubuh, bagian bawah.
Pada kenyataannya kebiasaan
merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan
buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan
tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan
perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.
Penelitian terbaru
juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang
terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau
bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan
baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkih dan
bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau
juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan
tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).
Sebetulnya apa saja
yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap ? Tidak kurang dari 4000
zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85
persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen
sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol,
kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari
beribu-ribu zat di dalam rokok.
Komponen gas asap
rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan
formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol.
Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen).
Sebetulnya apa sih zat-zat tersebut dan bagaimana mereka membahayakan tubuh ?
(1) Nikotin. Zat yang
paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh,
meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan
menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg
yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang
ketagihan.
(2) Timah hitam (Pb)
yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkung rokok (isi 20
batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang
batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa
dibayakangkan bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok
per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (3) Gas
karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan
hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan
dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena
gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya "di
sisi" hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas
CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah
perokok mencapai 4-15 persen. (4) Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia
dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok
dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan
menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,
saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per
batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.
----Antibodi Menurun
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Tejadinya perubahan dalam rongga mulut sangat masuk diakal karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 derajat C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900 derajat C.
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Tejadinya perubahan dalam rongga mulut sangat masuk diakal karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 derajat C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900 derajat C.
Asap panas yang
berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang
menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya
rongga mulut menjadi kering dan lebih an-aerob (suasana bebas zar asam)
sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri an-aerob
dalam plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri
penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang perokok.
Pengaruh asap rokok
secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui
produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan
ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen
gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya
fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang
tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.
Pada perokok terdapat
penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang
berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan
fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan
memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehinggal sel pertahanan tubuh tidak
peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya juga terhadap infeksi.
Gusi seorang perokok
juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami
penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan
berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin
mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan
kecenderungan timbulnya penyakit gusi.
Tar dalam asap rokok
juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang
paling sering tejadi yang disebabkan oleh plak bakteri dan faktor lain yang
dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada
permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan
mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan plak
dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan
bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang
penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada
bukan perkok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok
memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien
bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan
standar seperti pembersihan plak dan karang gigi.
Keparahan penyakit
yang timbul dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan langsung dengan
banyaknya rokok yang diisap setiap hari berapa lama atau berapa tahun seseorang
menjadi perokok dan status merokok itu sendiri, apakah masih merokok hingga
sekarang atau sudah berhenti.
Nikotin berperan dalam
memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat
diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan
perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada
permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada
cairan gusi.
Perlekatan jaringan
ikat dan serat-serat kolagen terhambat, sehingga proses penyembuhan dan
regenerasi jaringan setelah perawatan terganggu.
Tembakau kunyah sering disebut juga tembakau
tanpa asap, tampaknya juga telah menjadi tren dan produknya banyak dimanfaatkan
oleh kalangan muda, atletik dan wanita usia lanjut di Amerika. Di Indonesia
mengunyah tembakau telah menjadi kebiasan sejak dulu. Walaupun tanpa asap
kebiasaan mengunyah tembakau ini diduga sebagai penyebab terjadinya 'bercak
putih' (leukoplakia) dan terjadinya kanker rongga mulut. Kelainan biasanya
terjadi di daerah pipi, tempat tembakau tanpa asap ini biasa disisipkan.
RACUN DALAM ASAP ROKOK
MEROKOK MEMBAWA
PENYAKIT
Tembakau merupakan
faktor risiko untuk sekurang-kurangnya 25 jenis penyakit
- Kanser pundi kencing
- Kanser perut
- Kanser usus dan rahim
- Kanser mulut
- Kanser Esofagus
- Kanser tekak
- Kanser pankrias
- Kanser payudara
- Kanser paru-paru
- Penyakit saluran pernafasan kronik
- Strok
- Kereputan tulang (osteoporosis)
- Penyakit jantung
- Kemandulan
- Putus haid awal
- Melahirkan bayi yang cacat
- Keguguran bayi
- Mati pucuk
- Bronkitis
- Batuk
- Penyakit ulser peptik
- Emfisima
- Otot lemah
- Penyakit gusi
- Kerosakan mata
Sedihnya Menjadi PErokok Pasif
BENDA kecil berbahan
utama tembakau ini menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi menyebalkan bagi
sebagian lainnya. Benda yang disebut rokok itu bisa membuat orang yang
mengisapnya merasa tenang dan percaya diri-begitulah pengakuan sebagian
perokok-namun sebaliknya bagi mereka yang terpaksa mengisap asapnya, meskipun
bukan perokok.
Kelompok terakhir itu
disebut sebagai perokok pasif. Artinya, mereka tidak merokok tetapi harus turut
merasakan akibat buruk dari rokok yang dibakar. Para perokok pasif ini bisa
dikatakan tak punya pilihan, selain harus turut "menelan" asap rokok
yang dinikmati para perokok.
Mimi (40-an) seorang
karyawan swasta di bilangan Jakarta Pusat mengatakan, dia berhasil mengusahakan
agar rumahnya bebas dari rokok, namun di kantor ia merasa tak berdaya karena
sebagian teman kerjanya yang merokok malah marah bila ditegur.
Apalagi bagi Anda yang
kerap menggunakan jasa angkutan umum, asap rokok nyaris tak terhindarkan karena
justru orang yang mengeluh pada asap rokok dianggap "aneh". Sebagian
penumpang maupun pengemudinya dengan tenang akan merokok, betapa pun mata Anda
sudah melotot, bahkan memberi teguran lisan sekalipun. Mereka akan tetap
merokok.
Padahal, menurut
Tjandra Yoga Aditama, dokter spesialis paru yang juga Ketua III Lembaga
Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), asap rokok yang terpaksa diisap perokok
pasif kandungan bahan kimianya lebih tinggi dibandingkan dengan asap rokok
utama. Hal ini disebabkan tembakau terbakar pada temperatur lebih rendah ketika
rokok sedang diisap. Ini membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan
mengeluarkan banyak bahan kimia.
"Asap rokok
mengandung sekitar 4.000 bahan kimia, 43 di antaranya jelas-jelas bersifat
karsinogen. Pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga kali lebih buruk
daripada debu batu bara," kata Tjandra Yoga Aditama seperti ditulisnya
pada buletin Rokok & Masalahnya.
WHO, badan kesehatan
PBB, katanya, bahkan memperkirakan hampir sekitar 700 juta anak atau sekitar
setengah dari seluruh anak di dunia ini terpaksa mengisap udara yang terpolusi
asap rokok. Ironisnya, hal itu justru terjadi lebih banyak di dalam rumah
mereka sendiri.
Di Indonesia, perokok
relatif bebas mengisap rokok di mana saja. Kawasan bebas rokok di negeri ini
masih amat minim, itu pun sangat mungkin dilanggar karena sanksinya bisa
dikatakan tidak ada. Padahal, kalau seseorang merokok, itu berarti dia hanya
mengisap asap rokoknya sekitar 15 persen saja, sementara yang 85 persen lainnya
dilepaskannya untuk diisap para perokok pasif.
"Ada beberapa
penyakit yang bisa timbul ’hanya’ karena mereka menjadi perokok pasif. Misalnya
infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan paru, atau bahkan dapat
menyebabkan kanker paru," ujar Tjandra yang juga Direktur Medik dan
Keperawatan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.
SEBAGIAN perokok tak
bisa memahami-apalagi diharapkan untuk bertoleransi-pada ketidaknyamanan
perokok pasif yang terpaksa mengisap asap rokok. Perokok pasif harus mencium
bau bakaran tembakau sampai merasa sesak napas. Bahkan, pada sebagian perokok
pasif yang sensitif akan langsung terbatuk-batuk saat itu juga.
Menurut Tjandra Yoga
Aditama, penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat (AS) menunjukkan
kematian akibat asap rokok pada perokok pasif lebih tinggi dibandingkan dengan kematian
sebab polusi udara lainnya. Risiko terjadinya kanker paru di kalangan perokok
pasif yang tinggal serumah atau sekantor dengan perokok lebih tinggi daripada
mereka yang tinggal bersama non-perokok.
"Kemungkinan
terjadinya kanker paru pada perempuan yang suaminya perokok sekitar 20 sampai
30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang pasangannya tidak
merokok," dia menambahkan.
Di China bahkan
disebutkan bahwa penyakit jantung koroner pada perempuan yang suaminya perokok
sekitar 24 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang suaminya tidak merokok.
Angka ini meningkat sampai 85 persen bila perempuan itu juga menjadi perokok
pasif di tempat kerjanya.
Wawan (44, bukan nama
sebenarnya), perokok sejak masih duduk di bangku SMA, mengaku sangat mengerti
bahaya merokok bagi istri dan anaknya. Dia pun mengaku sudah berusaha keras
untuk menghentikan kebiasaan buruknya itu, namun setiap kali mencoba sesering
itu pula dia merasa gagal (baca pula: Berhenti Merokok dengan Kekuatan Otak,
halaman 34).
"Setiap kali
istri saya melotot, saya merasa tidak enak. Saya berada di posisi yang serba
tidak menyenangkan. Saya tahu keberatan mereka karena memang saya salah. Namun,
saya tidak bisa melepaskan diri dari rokok. Jadi, sebenarnya saya merasa
dipojokkan dari dua sisi, rasa bersalah diri sendiri dan kemarahan istri
saya," kata Wawan berusaha mengungkapkan apa yang dirasakannya sebagai
perokok.
Dina (34, bukan nama
sebenarnya), karyawan di sebuah perusahaan minyak di kawasan Kuningan, Jakarta
Selatan, yang merokok sejak SMA, malah merasa bersalah dan telah menipu ketiga
anaknya sendiri. Dia tak pernah merokok di depan anak-anaknya hingga mereka tak
tahu bahwa ibu kandungnya adalah perokok.
"Pernah anak
perempuan saya melihat adegan perempuan merokok di sinetron. Dia bilang, ih kok
perempuan merokok sih, itu kan tidak baik, tidak sehat. Langsung saya bilang,
makanya kamu jangan merokok. Memang jelek kalau perempuan itu merokok,"
tutur Dina yang biasa menghabiskan satu bungkus rokok untuk dua hari itu.
KETERTARIKAN awal
orang untuk merokok umumnya muncul saat usia remaja, 15-19 tahun atau sewaktu
duduk di bangku SMA. Sebagian perokok tahu bahwa merokok tidak baik untuk
kesehatan dan lingkungannya, namun mereka memerlukan rokok dengan berbagai
alasan, dari soal diterima oleh lingkungan pergaulannya sampai merasa tidak
"gagah dan modern" tanpa rokok.
Dina bahkan merokok
karena sahabatnya adalah perokok. Setiap kali dia melihat sahabatnya merokok,
maka dia pun ingin mencobanya. "Kayaknya asyik sekali melihat dia merokok
dan mengisapnya dalam-dalam. Semula saya mencoba menasihati dia supaya berhenti
merokok. Eh enggak tahunya malah saya yang tergoda untuk merokok,"
ceritanya.
Dia tahu merokok tidak
baik, oleh karena itulah Dina tidak merokok di depan orangtuanya. Dia hanya merokok
di kamar, dan segera membuka jendela dan menghalau bau asap rokok agar tak
diketahui orang lain di rumahnya.
"Waktu saya
kuliah, ibu saya sudah memperingatkan bahaya rokok buat perempuan, apalagi
kalau hamil. Saya masih ingat betul peringatannya itu," kata Dina yang
berhenti merokok setiap kali hamil dan baru mulai merokok lagi bila anaknya
sudah tak lagi menyusui.
Mengapa kembali
merokok setelah tak lagi menyusui bayi? Dina mengakui hal itu terutama sebab
tak cukup kuat niatnya untuk berhenti.
"Kalau sedang
hamil kan jelas, saya tidak ingin anak saya kenapa-kenapa karena saya merokok.
Ada alasan nyata di depan mata. Jadi, ada keinginan kuat berhenti merokok demi
kesehatan bayi saya. Tetapi begitu anak selesai menyusui, rasanya bau rokok itu
mengundang lagi dan saya tak punya alasan kuat untuk menolaknya," ujar
perempuan yang suaminya juga perokok ini.
Tjandra Yoga Aditama
menambahkan, sekitar 75 persen perokok yang mencoba berhenti ternyata gagal
mewujudkan keinginannya itu. "Mereka biasanya mampu berhenti merokok untuk
beberapa waktu, namun toh akhirnya kembali lagi menjadi perokok,"
cetusnya.
Dalam buletin Rokok
& Masalahnya disebutkan, perokok yang berhenti merokok selama dua jam,
maka nikotin mulai meninggalkan tubuhnya. Ketika dia berhenti merokok selama
enam jam, itu berarti menurunkan denyut nadi dan tekanan darah yang berangsur
menuju pada keadaan ekuilibrium. Ketika orang itu berhenti merokok selama 12
jam, maka CO (karbon monoksida) mulai meninggalkan tubuhnya.
"Bila dia
berhenti merokok dua hari berturut-turut, kemampuan untuk mengecap dan
menghirup akan membaik. Kalau berhenti merokok dua sampai 12 minggu, sirkulasi
darahnya membaik. Orang yang terus berhenti merokok tiga sampai sembilan bulan,
batuk dan gangguan pernapasannya akan menghilang," kata Tjandra.
Perokok yang sudah
lima tahun berhenti merokok, maka risiko terkena penyakit jantung koroner akan
turun 50 persen, dan 10 tahun tidak merokok kemungkinan itu menjadi sama dengan
orang yang tidak merokok. "Angka-angka itu hanya gambaran umum, karena hal
ini juga amat tergantung pada lama dan banyaknya rokok yang diisap
masing-masing orang," lanjutnya.
KEBANYAKAN orang
merokok karena pengaruh lingkungan, entah teman atau keluarganya sendiri. Dina
merokok karena sahabatnya adalah perokok, sedang Wawan mulai merokok karena
hampir semua pria di lingkungan tempat tinggalnya adalah perokok.
Meski perokok, namun
mereka umumnya tak ingin anak atau kerabatnya juga menjadi perokok. Seorang
ayah berusia 60-an tahun yang lima tahun terakhir ini sudah berhenti merokok,
merasa menyesal melihat ketiga anak lelakinya kini menjadi perokok seperti
dirinya dulu. "Saya tidak bisa melarang mereka, karena mereka tahu saya
dulu juga merokok," ucapnya.
Inilah mungkin yang
dikatakan sebagai sesal kemudian tidak berguna. Dina pun tak ingin anak-anaknya
tahu dia merokok, sebab dia tak ingin anaknya meniru perbuatan buruknya itu.
Agar anak-anak tak tahu kalau ibunya perokok, dia membatasi diri hanya merokok
di kamar mandi.
"Di kamar mandi
saya ada wewangian untuk menetralisir bau asap rokok. Jadi, setelah merokok,
wewangian itu langsung saya pasang. Saya juga langsung cuci tangan
bersih-bersih, sikat gigi dan pakai obat kumur. Memang lebih repot, tetapi
harus saya lakukan agar anak-anak tak tercemar rokok," kata Dina.
Sementara Wawan
berusaha menjauhkan keluarganya dari asap rokok dengan tidak merokok di dalam
rumah. Dia juga mengatakan kepada mereka agar tidak merokok seperti dia, karena
hal itu sama sekali tidak menguntungkan. "Oleh karena saya tidak bisa
berhenti merokok, ya saya bilang saja ke mereka jangan mengikuti hal buruk dari
orangtuamu," ujarnya.
Tjandra Yoga Aditama
menambahkan, kemungkinan menjadi perokok pada anak-anak akan lebih tinggi pada
orangtua yang satu atau keduanya perokok. "Di Amerika, remaja perokok lima
kali lebih banyak pada mereka yang orangtuanya perokok dibandingkan dengan
orangtua yang tidak merokok."
Rokok & Masalahnya juga menyebutkan beberapa efek rokok terhadap
tubuh yang jarang dipublikasikan, seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh
hingga mengakibatkan kerontokan rambut, gangguan katarak pada mata, kulit cepat
keriput, kehilangan pendengaran dini, menimbulkan kerusakan gigi, lebih mudah
terkena osteoporosis, mengurangi jumlah dan kelainan bentuk sperma, serta lebih
berkemungkinan terkena kanker.
Merokok tak hanya
membuat penikmatnya tidak sehat, tetapi juga merugikan keluarga dan kerabat
sendiri. Kalau sudah begini, masihkah rokok pantas untuk dipertahankan?
1 Komentar:
Best Places To Bet On Boxing - Mapyro
Where To Bet On Boxing. It's 출장안마 a sports betting poormansguidetocasinogambling event deccasino in which 출장마사지 you bet on the outcome of a game. In the boxing world, each herzamanindir.com/ player must decide if or not to
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda