Rabu, 25 Januari 2012

bahaya rokok



Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janian.
Pasien-pasien perokok juga berisiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka setelah pembedahan termasuk bedah plastik dan rekonstruksi, operasi plastik pembentukan payudara dan operai yang menyangkut anggota tubuh, bagian bawah.
Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).
Sebetulnya apa saja yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap ? Tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok.
Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen). Sebetulnya apa sih zat-zat tersebut dan bagaimana mereka membahayakan tubuh ?
(1) Nikotin. Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.
(2) Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkung rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayakangkan bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (3) Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya "di sisi" hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen. (4) Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.
----Antibodi Menurun
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Tejadinya perubahan dalam rongga mulut sangat masuk diakal karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 derajat C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900 derajat C.
Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih an-aerob (suasana bebas zar asam) sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri an-aerob dalam plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang perokok.
Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.
Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehinggal sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya juga terhadap infeksi.
Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi.
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering tejadi yang disebabkan oleh plak bakteri dan faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada bukan perkok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar seperti pembersihan plak dan karang gigi.
Keparahan penyakit yang timbul dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan langsung dengan banyaknya rokok yang diisap setiap hari berapa lama atau berapa tahun seseorang menjadi perokok dan status merokok itu sendiri, apakah masih merokok hingga sekarang atau sudah berhenti.
Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.
Perlekatan jaringan ikat dan serat-serat kolagen terhambat, sehingga proses penyembuhan dan regenerasi jaringan setelah perawatan terganggu.
Tembakau kunyah sering disebut juga tembakau tanpa asap, tampaknya juga telah menjadi tren dan produknya banyak dimanfaatkan oleh kalangan muda, atletik dan wanita usia lanjut di Amerika. Di Indonesia mengunyah tembakau telah menjadi kebiasan sejak dulu. Walaupun tanpa asap kebiasaan mengunyah tembakau ini diduga sebagai penyebab terjadinya 'bercak putih' (leukoplakia) dan terjadinya kanker rongga mulut. Kelainan biasanya terjadi di daerah pipi, tempat tembakau tanpa asap ini biasa disisipkan.
RACUN DALAM ASAP ROKOK
MEROKOK MEMBAWA PENYAKIT
Tembakau merupakan faktor risiko untuk sekurang-kurangnya 25 jenis penyakit
  1. Kanser pundi kencing
  2. Kanser perut
  3. Kanser usus dan rahim
  4. Kanser mulut
  5. Kanser Esofagus
  6. Kanser tekak
  7. Kanser pankrias
  8. Kanser payudara
  9. Kanser paru-paru
  10. Penyakit saluran pernafasan kronik
  11. Strok
  12. Kereputan tulang (osteoporosis)
  13. Penyakit jantung
  14. Kemandulan
  15. Putus haid awal
  16. Melahirkan bayi yang cacat
  17. Keguguran bayi
  18. Mati pucuk
  19. Bronkitis
  20. Batuk
  21. Penyakit ulser peptik
  22. Emfisima
  23. Otot lemah
  24. Penyakit gusi
  25. Kerosakan mata
Sedihnya Menjadi PErokok Pasif
BENDA kecil berbahan utama tembakau ini menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi menyebalkan bagi sebagian lainnya. Benda yang disebut rokok itu bisa membuat orang yang mengisapnya merasa tenang dan percaya diri-begitulah pengakuan sebagian perokok-namun sebaliknya bagi mereka yang terpaksa mengisap asapnya, meskipun bukan perokok.
Kelompok terakhir itu disebut sebagai perokok pasif. Artinya, mereka tidak merokok tetapi harus turut merasakan akibat buruk dari rokok yang dibakar. Para perokok pasif ini bisa dikatakan tak punya pilihan, selain harus turut "menelan" asap rokok yang dinikmati para perokok.
Mimi (40-an) seorang karyawan swasta di bilangan Jakarta Pusat mengatakan, dia berhasil mengusahakan agar rumahnya bebas dari rokok, namun di kantor ia merasa tak berdaya karena sebagian teman kerjanya yang merokok malah marah bila ditegur.
Apalagi bagi Anda yang kerap menggunakan jasa angkutan umum, asap rokok nyaris tak terhindarkan karena justru orang yang mengeluh pada asap rokok dianggap "aneh". Sebagian penumpang maupun pengemudinya dengan tenang akan merokok, betapa pun mata Anda sudah melotot, bahkan memberi teguran lisan sekalipun. Mereka akan tetap merokok.
Padahal, menurut Tjandra Yoga Aditama, dokter spesialis paru yang juga Ketua III Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), asap rokok yang terpaksa diisap perokok pasif kandungan bahan kimianya lebih tinggi dibandingkan dengan asap rokok utama. Hal ini disebabkan tembakau terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang diisap. Ini membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan banyak bahan kimia.
"Asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia, 43 di antaranya jelas-jelas bersifat karsinogen. Pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga kali lebih buruk daripada debu batu bara," kata Tjandra Yoga Aditama seperti ditulisnya pada buletin Rokok & Masalahnya.
WHO, badan kesehatan PBB, katanya, bahkan memperkirakan hampir sekitar 700 juta anak atau sekitar setengah dari seluruh anak di dunia ini terpaksa mengisap udara yang terpolusi asap rokok. Ironisnya, hal itu justru terjadi lebih banyak di dalam rumah mereka sendiri.
Di Indonesia, perokok relatif bebas mengisap rokok di mana saja. Kawasan bebas rokok di negeri ini masih amat minim, itu pun sangat mungkin dilanggar karena sanksinya bisa dikatakan tidak ada. Padahal, kalau seseorang merokok, itu berarti dia hanya mengisap asap rokoknya sekitar 15 persen saja, sementara yang 85 persen lainnya dilepaskannya untuk diisap para perokok pasif.
"Ada beberapa penyakit yang bisa timbul ’hanya’ karena mereka menjadi perokok pasif. Misalnya infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan paru, atau bahkan dapat menyebabkan kanker paru," ujar Tjandra yang juga Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.
SEBAGIAN perokok tak bisa memahami-apalagi diharapkan untuk bertoleransi-pada ketidaknyamanan perokok pasif yang terpaksa mengisap asap rokok. Perokok pasif harus mencium bau bakaran tembakau sampai merasa sesak napas. Bahkan, pada sebagian perokok pasif yang sensitif akan langsung terbatuk-batuk saat itu juga.
Menurut Tjandra Yoga Aditama, penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat (AS) menunjukkan kematian akibat asap rokok pada perokok pasif lebih tinggi dibandingkan dengan kematian sebab polusi udara lainnya. Risiko terjadinya kanker paru di kalangan perokok pasif yang tinggal serumah atau sekantor dengan perokok lebih tinggi daripada mereka yang tinggal bersama non-perokok.
"Kemungkinan terjadinya kanker paru pada perempuan yang suaminya perokok sekitar 20 sampai 30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang pasangannya tidak merokok," dia menambahkan.
Di China bahkan disebutkan bahwa penyakit jantung koroner pada perempuan yang suaminya perokok sekitar 24 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang suaminya tidak merokok. Angka ini meningkat sampai 85 persen bila perempuan itu juga menjadi perokok pasif di tempat kerjanya.
Wawan (44, bukan nama sebenarnya), perokok sejak masih duduk di bangku SMA, mengaku sangat mengerti bahaya merokok bagi istri dan anaknya. Dia pun mengaku sudah berusaha keras untuk menghentikan kebiasaan buruknya itu, namun setiap kali mencoba sesering itu pula dia merasa gagal (baca pula: Berhenti Merokok dengan Kekuatan Otak, halaman 34).
"Setiap kali istri saya melotot, saya merasa tidak enak. Saya berada di posisi yang serba tidak menyenangkan. Saya tahu keberatan mereka karena memang saya salah. Namun, saya tidak bisa melepaskan diri dari rokok. Jadi, sebenarnya saya merasa dipojokkan dari dua sisi, rasa bersalah diri sendiri dan kemarahan istri saya," kata Wawan berusaha mengungkapkan apa yang dirasakannya sebagai perokok.
Dina (34, bukan nama sebenarnya), karyawan di sebuah perusahaan minyak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, yang merokok sejak SMA, malah merasa bersalah dan telah menipu ketiga anaknya sendiri. Dia tak pernah merokok di depan anak-anaknya hingga mereka tak tahu bahwa ibu kandungnya adalah perokok.
"Pernah anak perempuan saya melihat adegan perempuan merokok di sinetron. Dia bilang, ih kok perempuan merokok sih, itu kan tidak baik, tidak sehat. Langsung saya bilang, makanya kamu jangan merokok. Memang jelek kalau perempuan itu merokok," tutur Dina yang biasa menghabiskan satu bungkus rokok untuk dua hari itu.
KETERTARIKAN awal orang untuk merokok umumnya muncul saat usia remaja, 15-19 tahun atau sewaktu duduk di bangku SMA. Sebagian perokok tahu bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan dan lingkungannya, namun mereka memerlukan rokok dengan berbagai alasan, dari soal diterima oleh lingkungan pergaulannya sampai merasa tidak "gagah dan modern" tanpa rokok.
Dina bahkan merokok karena sahabatnya adalah perokok. Setiap kali dia melihat sahabatnya merokok, maka dia pun ingin mencobanya. "Kayaknya asyik sekali melihat dia merokok dan mengisapnya dalam-dalam. Semula saya mencoba menasihati dia supaya berhenti merokok. Eh enggak tahunya malah saya yang tergoda untuk merokok," ceritanya.
Dia tahu merokok tidak baik, oleh karena itulah Dina tidak merokok di depan orangtuanya. Dia hanya merokok di kamar, dan segera membuka jendela dan menghalau bau asap rokok agar tak diketahui orang lain di rumahnya.
"Waktu saya kuliah, ibu saya sudah memperingatkan bahaya rokok buat perempuan, apalagi kalau hamil. Saya masih ingat betul peringatannya itu," kata Dina yang berhenti merokok setiap kali hamil dan baru mulai merokok lagi bila anaknya sudah tak lagi menyusui.
Mengapa kembali merokok setelah tak lagi menyusui bayi? Dina mengakui hal itu terutama sebab tak cukup kuat niatnya untuk berhenti.
"Kalau sedang hamil kan jelas, saya tidak ingin anak saya kenapa-kenapa karena saya merokok. Ada alasan nyata di depan mata. Jadi, ada keinginan kuat berhenti merokok demi kesehatan bayi saya. Tetapi begitu anak selesai menyusui, rasanya bau rokok itu mengundang lagi dan saya tak punya alasan kuat untuk menolaknya," ujar perempuan yang suaminya juga perokok ini.
Tjandra Yoga Aditama menambahkan, sekitar 75 persen perokok yang mencoba berhenti ternyata gagal mewujudkan keinginannya itu. "Mereka biasanya mampu berhenti merokok untuk beberapa waktu, namun toh akhirnya kembali lagi menjadi perokok," cetusnya.
Dalam buletin Rokok & Masalahnya disebutkan, perokok yang berhenti merokok selama dua jam, maka nikotin mulai meninggalkan tubuhnya. Ketika dia berhenti merokok selama enam jam, itu berarti menurunkan denyut nadi dan tekanan darah yang berangsur menuju pada keadaan ekuilibrium. Ketika orang itu berhenti merokok selama 12 jam, maka CO (karbon monoksida) mulai meninggalkan tubuhnya.
"Bila dia berhenti merokok dua hari berturut-turut, kemampuan untuk mengecap dan menghirup akan membaik. Kalau berhenti merokok dua sampai 12 minggu, sirkulasi darahnya membaik. Orang yang terus berhenti merokok tiga sampai sembilan bulan, batuk dan gangguan pernapasannya akan menghilang," kata Tjandra.
Perokok yang sudah lima tahun berhenti merokok, maka risiko terkena penyakit jantung koroner akan turun 50 persen, dan 10 tahun tidak merokok kemungkinan itu menjadi sama dengan orang yang tidak merokok. "Angka-angka itu hanya gambaran umum, karena hal ini juga amat tergantung pada lama dan banyaknya rokok yang diisap masing-masing orang," lanjutnya.
KEBANYAKAN orang merokok karena pengaruh lingkungan, entah teman atau keluarganya sendiri. Dina merokok karena sahabatnya adalah perokok, sedang Wawan mulai merokok karena hampir semua pria di lingkungan tempat tinggalnya adalah perokok.
Meski perokok, namun mereka umumnya tak ingin anak atau kerabatnya juga menjadi perokok. Seorang ayah berusia 60-an tahun yang lima tahun terakhir ini sudah berhenti merokok, merasa menyesal melihat ketiga anak lelakinya kini menjadi perokok seperti dirinya dulu. "Saya tidak bisa melarang mereka, karena mereka tahu saya dulu juga merokok," ucapnya.
Inilah mungkin yang dikatakan sebagai sesal kemudian tidak berguna. Dina pun tak ingin anak-anaknya tahu dia merokok, sebab dia tak ingin anaknya meniru perbuatan buruknya itu. Agar anak-anak tak tahu kalau ibunya perokok, dia membatasi diri hanya merokok di kamar mandi.
"Di kamar mandi saya ada wewangian untuk menetralisir bau asap rokok. Jadi, setelah merokok, wewangian itu langsung saya pasang. Saya juga langsung cuci tangan bersih-bersih, sikat gigi dan pakai obat kumur. Memang lebih repot, tetapi harus saya lakukan agar anak-anak tak tercemar rokok," kata Dina.
Sementara Wawan berusaha menjauhkan keluarganya dari asap rokok dengan tidak merokok di dalam rumah. Dia juga mengatakan kepada mereka agar tidak merokok seperti dia, karena hal itu sama sekali tidak menguntungkan. "Oleh karena saya tidak bisa berhenti merokok, ya saya bilang saja ke mereka jangan mengikuti hal buruk dari orangtuamu," ujarnya.
Tjandra Yoga Aditama menambahkan, kemungkinan menjadi perokok pada anak-anak akan lebih tinggi pada orangtua yang satu atau keduanya perokok. "Di Amerika, remaja perokok lima kali lebih banyak pada mereka yang orangtuanya perokok dibandingkan dengan orangtua yang tidak merokok."
Rokok & Masalahnya juga menyebutkan beberapa efek rokok terhadap tubuh yang jarang dipublikasikan, seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh hingga mengakibatkan kerontokan rambut, gangguan katarak pada mata, kulit cepat keriput, kehilangan pendengaran dini, menimbulkan kerusakan gigi, lebih mudah terkena osteoporosis, mengurangi jumlah dan kelainan bentuk sperma, serta lebih berkemungkinan terkena kanker.
Merokok tak hanya membuat penikmatnya tidak sehat, tetapi juga merugikan keluarga dan kerabat sendiri. Kalau sudah begini, masihkah rokok pantas untuk dipertahankan?

1 Komentar:

Pada 11 April 2022 pukul 06.27 , Blogger Unknown mengatakan...

Best Places To Bet On Boxing - Mapyro
Where To Bet On Boxing. It's 출장안마 a sports betting poormansguidetocasinogambling event deccasino in which 출장마사지 you bet on the outcome of a game. In the boxing world, each herzamanindir.com/ player must decide if or not to

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda